Dalam rumah tangga hendaknya pasangan suami-istri menjaga keharmonisan dan kerukunan. Namun, tidak jarang terjadi perselisihan. Suami atau istri bahkan bisa saja meluapkan emosinya.
Ajaran agama Islam sendiri memberikan panduan bagaimana mengendalikan emosi pasangan dalam rumah tangga. Tentunya untuk menjaga keberkahan hubungan yang terjalin antara suami dan istri.
Dalam riwayat dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu berkata, “Seorang lelaki berkata kepada Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, ‘Berilah aku wasiat.' Beliau menjawab, ‘Janganlah engkau marah.' Lelaki itu mengulang-ulang permintaannya, (namun) Nabi Shallallahu alaihi wa sallam (selalu) menjawab, ‘Janganlah engkau marah'.” (HR Bukhari Nomor 6116)
Apabila terlontar emosimu atau tersulut amarahmu, segeralah menjauh. Sikap yang membahayakan manusia dalam hal ini seseorang tetap melanjutkan pembicaraannya padahal amarahnya sudah mulai tersulut.
Ia melanjutkan, orang yang memiliki akal segeralah hentikan ucapannya atau menjauh saat mulai tersulut emosi, atau segeralah berwudhu dan sholat. Itu adalah tindakan yang benar.
Tolok ukur baiknya suami saat bersikap dilihat saat di dalam rumah. Apabila di dalam rumah ia mampu menahan amarah, maka sikap di luar rumah diterapkan dengan baik.

Bagaimana seorang suami menahan emosinya di dalam rumah?
- Menahan diri ketika ada sebab yang membuat marah, terus beristighfar sampai amarah benar-benar reda.
- Jangan melanjutkan amarah, jika berpikir akan menalak istrimu sendiri hanya karena amarah, maka hendaknya berbicra dalam hati, “Bersabarlah, tahan sikapmu ini.”
Larangan marah sampai diwasiatkan Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam dikarenakan marah punya mafsadah atau keburukan yang besar. Ada yang sampai marah hingga menalak istrinya. Ada yang marah hingga berjanji tidak mau lagi berbicara, lalu akhirnya ia menyesalinya.
Seorang suami bisa melatih dirinya agar bersikap baik di depan keluarganya, wasiat dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, Bersikap baik di depan keluarga kita dapat mengangkat derajat seseorang di dunia maupun akhirat, dan hendaklah keluarga yang paling berhak mendapatkan kebaikan itu daripada selain mereka.
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Wahai miskin jika istrimu dijauhkan dari rahmat Allah Subhanahu wa ta'ala, siapa yang sengsara? Engkaulah (suami) orang pertama yang merasakan kesengsaraan tersebut.”
Perangilah sikap buruk di dalam diri, bergaulah dengan penuh kelembutan ketika di dalam rumah. Semua perlu mengingatkan dan menegaskan masalah ini agar keadaan menjadi lebih baik.
Memperlakukan keluarga dengan penuh kelembutan dan memperindah sikap di depan keluarga sendiri. Ini adalah contoh dari Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam.
Wallahu a'lam .